MUNGKIN banyak orangtua belum mengetahui manfaat Kartu Kembang Anak (KKA) yang telah dihadirkan pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Kartu Kembang Anak yang disingkat KKA sejak tahun 1985 sebenarnya sudah ada melayani masyarakat yang memiliki anak. KKA ini dipertemukan bagi orangtua untuk memantau perkembangan anak mulai dari usia 0 sampai 72 bulan atau dibawah 6 tahun.
Menurut Kresnawati sebagai staf Pelaksana Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Pusat, program KKA hanya ada di kelompok BKB (Bina Keluarga Balita) yang terintegrasi dengan Posyandu, untuk memantau perkembangan anak.
Sosialisasi KKA dilakukan dalam pertemuan sebulan sekali kepada orangtua atau pengasuh anak. Kader BKB akan melihat perkembangan anak melalui KKA, dengan memantau 7 aspek.
“Tujuh aspek yang dipantau adalah Gerakan Kasar, Gerakan Halus, Komunikasi Pasif, Komunikasi Aktif, Kecerdasan, Menolong Diri Sendiri dan Tingkah Laku Sosial pada anak. Dari ketujuh aspek tersebut akan terlihat perkembangan seorang anak. Kalau anak yang mendekati garis merah, maka akan dipantau selama tiga bulan perkembangan, agar orangtua dapat memberikan stimulasi perkembangan kepada anaknya,” sebut Kresna.
Perempuan berhijab ini memandang, dalam rangka mencegah stunting, maka KKA ini dapat dijadikan sebagai salah satu alat atau instrumen yang digunakan untuk memantau perkembangan anak.
“Jika ada anak yang terindikasi mengalami stunting baik dari tinggi dan berat badan, maka akan diketahui melalui KKA sebagai pembandingnya,” bebernya.
Jika menemukan ada seorang anak yang terindikasi mengalami stunting, maka Kader BKB akan berkomunikasi dengan orangtua anak, untuk merujuk ke Puskesmas atau tenaga kesehatan yang ahlinya. “Kader BKB akan merekomendasikan ke pelayanan kesehatan terdekat, agar anak tersebut memperoleh perawatan medis,” jelasnya.
Pola KKA yang diberikan berupa alat edukasi bagi orangtua, agar bisa memahami pengasuhan anak di bawah 2 tahun. Selain itu, ada berbagai modul edukasi lainnya, seperti ular tangga, kalender pemasukan dan sarana permainan sebagai edukasi orangtua kepada anak sesuai kebutuhan.
Kresnawati menyampaikan, program KKA juga hadir secara online. “Aplikasi KKA kini dapat diunduh melalui Play Store, sehingga bagi orangtua yang memiliki mobilitas tinggi dapat memanfaatkan KKA Online untuk memantau perkembangan dan tumbuh anak,” jelasnya.
Pengawasan Orangtua
Perkembangan dunia teknologi tidak dapat dihindari bagi generasi Z saat ini. Sejak dilahirkan, sudah banyak teknologi yang berkembang.
Oleh karenanya, dibutuhkan peran penting bagi orangtua untuk melakukan pengawasan. “Pengawasan orangtua sangat penting untuk memberikan batasan bagi anak-anak mengenal teknologi. Kapan anak butuh teknologi di usia berapa,” jelas Kresna.
Kresna berpesan, orangtua harus ada memberikan rambu-rambu yang disepakati bagi anak yang beranjak SD hingga SMA. “Bagi masih anak balita kalau bisa dihindari dulu memberikan anak-anak gadget. Karena akan pada usia balita butuh rangsangan komunikasi. Seorang ibu bisa mengajak bicara dan merangsang anak melalui komunikasi intens, agar dapat ditangkap dan direspon oleh motorik anak,” ulas Kresna seraya menambahkan, orangtua harus punya kewaspadaan dengan tetap memantau aplikasi apa saja yang digunakan anak.
Belum Ideal
Kresnawati membeberkan bahwa secara nasional, kelompok BKB yang tersedia belum lah ideal di berbagai provinsi. “Keberadaan Kelompok BKB belum ideal saat ini. Di satu desa belum ada satu kelompok BKB yang terbentuk,” sebutnya.
Hanya di DKI saja yang baru memiliki kelompok BKB per desa. “Jumlah Kelompok BKB secara nasional saat ini ada 75.833. Untuk wilayah Sumut tercatat ada 6.188 kelurahan dengan jumlah 3.771 Kelompok BKB, rasionya belum ideal. Dari ribuan kelompok BKB baru 671 yang terintegrasi (terlatih). Setiap desa di Sumut masih belum ada kelompok BKB. Sementara Kader BKB yang tersebar di Sumut berjumlah 33.925 kader dan yang baru terlatih 2.361 kader,” paparnya.
Menurutnya lagi, kendala belum idealnya Kelompok BKB di Sumut kemungkinan difaktori mulai dari sosialisasi baik dari pusat ke provinsi, provinsi ke kabupaten/kota hingga ke lini terbawah kelurahan/desa.
“Selain itu, kendala yang bisa terjadi dari terhambat anggaran atau minimnya operasional sehingga tidak maksimal peran kader BKB dalam mensosialisasikan KKA,” cetusnya. (HMT)