BERBAGAI AKSI dan kegiatan yang berisikan penolakan terhadap kehadiran investasi di Kabupaten Dairi
telah berlangsung sejak lama, termasuk apa yang dialami oleh PT Dairi Prima Mineral (PT DPM).
Salah satu lembaga yang selama ini gencar menyuarakan penolakannya terhadap PT DPM adalah Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK).
Namun baru-baru ini ada sikap perlawan ribuan masyarakat di lingkar tambang PT DPM yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (ALMAS LINTANG) terhadap kehadiran YDPK.
Massa melakukan aksi yang berisikan
tuntutan, agar YDPK pergi meninggalkan kampung mereka. Hal ini dilatarbelakangi karena aksi povokasi yang selama ini dilakukan oleh YDPK dan LSM lainnya untuk menolak tambang PT DPM dengan mengatasnamakan masyarakat lingkar tambang.
Sementara faktanya, mayoritas masyarakat mendukung keberadaan PT DPM karena mereka telah merasakan manfaat. Selain itu, masyarakat juga menyadari bahwa informasi yang selama ini disampaikan oleh YDPK adalah tidak benar.
Massa aksi juga menganggap YDPK dan LSM lainnya hanya mengelabui masyarakat, dimana masyarakat diprovokasi untuk menolak investasi, namun disisi lain YDPK sebagai LSM/NGO, selama ini diduga telah menerima donasi dari para donaturnya yang berasal dari luar negeri.
Saat dikonfirmasi tentang sumber dana YDPK, Sahbin Cibro selaku Koordinator ALMAS LINTANG menjawab, selama ini saya juga bertanya-tanya mengapa lembaga non-profit seperti YDPK bisa melakukan berbagai aktivitas dan program bahkan memberikan gaji kepada anggotanya.
“Menurut beberapa mantan kader lembaga tersebut yang pernah saya ajak diskusi, diduga YDPK memang setiap tahunnya mendapat anggaran dana yang jumlahnya cukup fantastis dari lembaga di Jerman,” katanya.
Daya tahan gerakan tolak tambang yang dibangun oleh YDPK dan para jaringannya selama ini tentu memerlukan dana dan logistik yang tidak sedikit, sehingga kondisi ini tentu menimbulkan banyak spekulasi dan jelas merugikan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
“Patut diduga gerakan mereka memang tidak murni mengadvokasi masyarakat. Dikhawatirkan masyarakat hanya dijadikan alat untuk pengajuan proposal mereka kepada para donaturnya,”
ucap Sahbin.
Masyarakat menyampaikan bahwa perlu ada langkah tegas dari pemerintah dalam menyikapi persoalan ini agar tidak menimbulkan dampak berkepanjangan.
Masyarakat juga mengundang Duta Besar Jerman untuk Indonesia ke Parongil, mereka meminta agar Pemerintahan Jerman lebih memperketat pengawasan terhadap penyaluran dana-dana bantuan yang selama ini mereka kucurkan.
“Ini adalah soal keadilan ekonomi bagi masyarakat Dairi. Kami minta pemerintah untuk tegas soal ini dan memboikot para LSM tersebut. Sebetulnya kami juga sudah mengundang secara terbuka Duta Besar Jerman agar hadir ke Parongil, melihat langsung bagaimana kondisi masyarakat yang menjadi korban dari aktivitas LSM yang diduga selama ini mereka danai,” pungkas Sahbin. (HMT)