INDUSTRI Kelapa Sawit di Indonesia masih memiliki banyak tantangan, salah satunya banyak perkebunan sawit yang sudah memiliki HGU, namun masuk dalam kawasan hutan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum (Ketum) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono pada kegiatan Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS Forum) ke-8 yang digelar GAPKI Cabang Sumut, di Santika Dyandra Premiere Convention Center Medan, Kamis (26/10).
Eddy Martono mengatakan, sesuai dengan tema acara “Legalitas Tidak Menjamin Kenyamanan dan Keamanan Investasi Usaha Perkelapasawitan Nasional?”, saat ini banyak investor maupun petani yang memiliki HGU atau SHM ternyata masih bisa tidak aman, masih bisa tiba-tiba masuk dalam kawasan hutan.
“Sekarang teman-teman yang sudah punya legalitas seperti HGU pun ternyata belum punya kepastian hukum, tiba-tiba masuk ke dalam kawasan hutan. Termasuk di Sumatera Utara juga demikian, ada beberapa anggota yang HGU nya masuk dalam kawasan hutan. Nah seperti itulah yang terjadi. Artinya yang sudah punya legalitas berdasarkan UU Agraria No.5/1990, ternyata masih belum ada kepastian hukum,” ujar Eddy.
Eddy menyebutkan, GAPKI akan terus memperjuangkan hak anggotanya dan meminta kepada Kementerian ATR BPN harus benar-benar mempertahankan HGU yang sudah diterbitkan, jangan sampai Kementerian sendiri malah goyah dengan adanya surat dari Kementerian KLHK.
“Justru kita berterimakasih dengan adanya Satgas Sawit. Satgas Sawit itu bisa menjadi wasit atas terjadinya ketidaksinkronan ini,” ujarnya.
Menurutnya, permasalahan ini terjadi sejak dikeluarkannya surat dari Kementerian KLHK mengenai kawasan hutan pada tahun 2007 hingga sampai di Sumatera Utara penetapannya pada 2012. Hampir setiap tahun permasalahan itu ada terjadi. Secara nasional terdapat ratusan ribu hektare lahan sawit yang masuk dalam kawasan hutan.
“Kita berharap Satgas Sawit benar-benar menjadi wasit. Satgas melihat kalau kita sudah punya legalitas, harus dilihat historisnya, ini mendapatkannya bagaimana, tahun berapa? Aturan pada waktu itu seperti apa? Kan begitu. Jangan sampai terjadi ketidaksinkronan antara daerah dengan pusat, korbannya adalah investor,” tegasnya.
Berdasarkan data, sebut Eddy, devisa Indonesia sangat bergantung sekali dengan industri sawit. Di tahun 2020, devisa dari non migas 27,67 miliar Dolar AS, dari migas -5,95 miliar Dolar AS, dan dari sawit 22,97 miliar dolar AS. Kemudian di tahun 2021: nonmigas 47,1 miliar Dolar AS, dari Migas -13,32 miliar Dolar AS. Sementara dari sawit menyumbang 35,5 miliar Dolar AS.
“Bagaimana kalau tidak ada sawit. Di masa pandemi, ternyata sawit masih memberikan sumbangsih terhadap perekonomian bangsa Indonesia dan rakyat Indonesia. Tetapi seperti yang terjadi saat ini, masih banyak tantangannya. Untuk itu semua pihak harus menyadari. Jangan sampai kita sebagai produsen terbesar kelapa sawit di dunia di satu sisi kita konsumen terbesar minyak sawit di dunia,” ujarnya.
Untuk itu, Eddy mengatakan, dengan adanya IPOS Forum ini diharapkan bisa memberikan gambaran kepada seluruh stakeholder bahwa sawit itu sangat penting, sawit harus dijaga sawit bukan hanya untuk kepentingan Indonesia saja, tetapi juga untuk dunia.
“Ekspor/impor kelapa sawit di dunia sebesar 55 juta ton. Sumbangan dari Indonesia 27 juta ton. 50% lebih atau sekitar 54%. Luar biasa sumbangsih sawit Indonesia. Jadi bukan hanya untuk Indonesia sendiri tetapi juga untuk dunia,” ujarnya.
Sementara itu, di hadapan sekitar 500 peserta IPOS Forum, Ketua GAPKI Cabang Sumut, Timbas Prasad Ginting menyampaikan, komoditas kelapa sawit terbukti menjadi faktor penting dan strategis dalam perekonomian nasional.
Nilai ekspor yang dihasilkan telah menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. Dalam berbagai situasi perkebunan kelapa sawit sanggup bertahan untuk mensejahterakan rakyat sekaligus menunjang perekonomian baik daerah maupun nasional.
Namun seiring dengan meningkatnya peranan industri kelapa sawit tersebut, di saat yang sama isu-isu yang berpotensi mempengaruhi perkembangan bisnis sawit ini tidak pernah surut.
“Isu sustainability, tata ruang, kawasan hutan, perizinan serta kemitraan dan peremajaan sawit rakyat masih merupakan tantangan yang semakin serius yang harus dihadapi para pelaku pengusahaan industri kelapa sawit di Indonesia,” ujar Timbas.
Mengingat hal tersebut dan berangkat dari kondisi yang umumnya dirasakan oleh para pemangku kepentingan industri kelapa sawit, dimana dalam prakteknya masih banyak hambatan yang ditemui terkait aspek regulasi dan hukum untuk kepastian berusaha, lanjut Timbas, maka tema yang diambil pada IPOS Forum 2023 ini adalah “Legalitas tidak menjamin kenyamanan dan keamanan investasi usaha perkelapa sawitan nasional?”
Event IPOS Forum yang dibuka Pj Gubsu yang diwakili Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum, Effendi Pohan, perwakilan dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Togu Rudianto Saragih dilaksanakan GAKPI bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKSPPS) dan Komunitas Pecinta Kelapa Sawit. (red)