BEBAN BERAT harus dipikul Josua Saragih. Ia merupakan kepala keluarga sekaligus ayah dari 3 orang anak, warga Dusun 2, Desa Bongkaras, Kecamatan Silima Pungga Pungga, Kabupaten Dairi.
Pekerjaannya menjadi semakin sulit, ekonomi pun terhimpit, terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19. Saat ada informasi tentang kehadiran perusahaan di kampungnya, ia sangat menyambut gembira.
Harapan itu ada untuk ia perjuangkan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk menciptakan generasi tarbaik Dairi di masa yang akan datang. Ia sadar perlu ambil bagian dalam perjuangan ini. Ia juga paham sebagai warga negara, hak menyampaikan pendapatnya dijamin undang-undang.
Pada Senin, 13 Desember lalu, setelah pamit dengan istrinya, Josua mengikuti aksi damai bersama dengan masyarakat kampung lainnya di Sidikalang. Aksi mendukung kehadiran investasi dan menuntut keadilan ekonomi untuk Dairi. Aksi berjalan dengan damai, penuh dengan persaudaraan.
Saat kembali ke rumah, Josua justru menemui istrinya menggendong anak bungsunya dengan ratapan sedih. Setelah berbicara, ternyata pemilik rumah kontrakan yang mereka tempati datang dan bertanya, “Mana Saragih? Apa dia ikut aksi mendukung DPM?”
Istrinya menjawab, “Iya betul ikut mendukung DPM.” Sontak hal ini memancing emosi pemilik rumah, dan secara tegas meminta saragih untuk meninggalkan rumah tersebut dalam waktu paling lama 7×24 jam.
Mendengar cerita istrinya, Josua bergegas menemui pemiliki rumah memohon agar tetap diizinkan tinggal. Mirisnya, ia mendapati jawaban yang sama dengan apa yang disampaikan pemilik rumah kepada istrinya.
Josua pasrah, memberitahu kondisi ini kepada para kerabatnya. Sebagian kerabatnya yang juga merupakan pegawai DPM ketika mendengar informasi tersebut langsung datang menghampiri dan membantu Josua untuk membawa barangnya keluar dari rumah.
Saat ini ia tinggal tidak tetap, berpindah-pindah, padahal di kampungnya sendiri. Tinggal dari 1 rumah kerabat, ke rumah kerabat lainnya. Josua tahu persis konflik horizontal yang ada di sekitar DPM selama ini bukan murni merupakan kegelisahan masyarakat, melainkan hanya kepentingan segelintir kelompok anti tambang.
Akibatnya, sebagian masyarakat menjadi arogan, tempramen, dan tidak segan untuk bertentangan dengan saudaranya sendiri. Josua menjadi korban dari hasil provokasi segelitir kelompok tersebut kepada masyarakat. (HMT)