Medan, 4/10 (indonesiaaktual.com) – GreenFaith Indonesia berkolaborasi dengan Tempo Institute dan 1000 Cahaya menggelar Pelatihan Jurnalisme Lingkungan untuk Reporter Media Berbasis Keagamaan
Acara yang digelar di Aula Lantai 6 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat pada Rabu-Kamis, 2-3 Oktober 2024 diikuti 23 peserta dari reporter dan pegiat media dari beragam organisasi keagamaan di Indonesia.
Peserta berkesempatan mempelajari dan melakukan praktik mengelola isu dan usulan liputan, merencanakan tulisan, menuliskan artikel storytelling, mentoring, fotografi jurnalistik, dan konten media sosial.
“Pelatihan Jurnalisme Lingkungan untuk Reporter Media Berbasis Keagamaan itu sejalan dengan pernyataan Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik dunia, saat kunjungan apostoliknya ke Indonesia, September 2024,”ujar Koordinator Nasional Greenfaith Indonesia, Hening Parlan di Jakarta, Jumat (4/10/2024)
Pada kesempatan itu, ujar Hening Parlan, Paus menyerukan kepada semua pihak untuk bertindak menangani krisis lingkungan yang mengancam dunia.
Hening Parlan mengatakan, bahwa krisis iklim adalah masalah global yang tidak mengenal batas agama dan negara sehingga perlu tindakan kolektif untuk memperbaikinya.
“Dalam konteks menangani krisis iklim, menjaga lingkungan, dan melestarikan bumi, komunikasi yang efektif sangat penting bagi organisasi keagamaan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat luas,”katanya.
Melalui pelatihan itu, dia berharap para reporter dapat memperkuat jurnalisme lingkungan dengan perspektif agama atau keyakinan.
Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Azrul Tanjung,
dalam sambutannya berpesan pentingnya reporter media berbasis keagamaan turut menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya transisi energi berkeadilan.
“Media dan jaringannya menjadi salah satu sarana untuk bisa menyusun komunikasi yang mudah dipahami oleh masyarakat, sehingga masyarakat menyadari, percaya, dan yakin untuk ikut bergerak menuju energi nol bersih di 2060 mendatang,” ujarnya.
Untuk mengemas cerita yang menarik, para peserta berlatih menggunakan teknik ‘Storytelling’ yang sesinya diampu oleh Qaris Tajudin, Direktur Tempo Institute.
Sebuah cerita, ujar Qaris Tajudin, bisa dikemas dalam bentuk apapun.
Menurut Qaris, tidak hanya tulisan, tetapi juga bisa dikemas dalam vlog, podcast, dan segala macam.
“Penggunaan teknik ‘Storytelling’ adalah jalan tengah ketika kita tidak bisa menjelaskan permasalahan lingkungan yang begitu pelik kepada orang-orang
Termasuk jalan tengah juga ketika kita mendapat tekanan dari pemerintah, atasan, atau siapapun ketika merilis konten isu lingkungan yang bersifat advokatif.
Dengan bercerita, mereka tidak merasa konten itu adalah oposisi atau melawan dari yang mereka inginkan.
Sebelum praktik menulis dengan gaya ‘Storytelling’, peserta diminta menonton sebuah contoh video dan menganalisis plot, karakter, konflik, deskripsi, dan kutipan.
Kemudian peserta praktik menulis cerita seseorang menggunakan teknik ‘Storytelling’, kemudian cerita mendapatkan review dan masukan agar peserta bisa mengembangkan ceritanya dengan lebih baik.
Pada sesi Fotografi Jurnalistik, Redaktur Foto Tempo, Gunawan Wicaksono, menjelaskan jenis-jenis foto jurnalistik berdasarkan penyajiannya.
Mulai dari sebagai foto ilustrasi artikel, sebagai foto berita lepas, hingga sebagai esai foto.
Dia juga menyampaikan 8 tips untuk menjadi fotografer yang andal, antara lain memahami teknik dasar fotografi dan mengisi file foto dengan baik.
“Isilah file foto dengan baik, setidaknya mencakup metode data jurnalistik, 5W 1 H.
Ketika kita tidak mengisi file info, katanya, foto kita akan menjadi sampah, karena akan menyulitkan mengidentifikasinya.
Ia kemudian memberikan tugas kepada peserta untuk praktik mengambil foto menggunakan teknik dasar fotografi serta menuliskan file info dengan baik.
Peserta kemudian mempresentasikan hasil karyanya dan diberikan review serta apresiasi bagi karya foto terbaik.
“Selain mengasah ketrampilan fotografi, penting bagi seorang fotografer jurnalistik untuk memahami isu aktual yang sedang hangat di masyarakat, supaya membentuk kepekaan seorang tersebut berinteraksi keluar,”katanya.
Teruslah memotret, kata Gunawan Wicaksono karena kepekaan terhadap isu dan reaksi kita terhadap momen itu akan otomatis terbentuk.
Kepala Optimasi Digital Tempo, Fadhli Sofyan yang mengampu sesi Konten Media Sosial mengatakan, kita perlu mengenal ‘Content Pilar’.
Yang pertama, promotional, buat saya tertarik dengan produk kamu.
Kedua, entertainment, hibur saya dengan konten kamu.
Ketiga, educational, buat saya tahu dan mengerti.
Keempat, conversion, buat saya melakukan tindakan aksi, baca, daftar, datang, beli, dukung.
Peserta berkesempatan praktik membuat kampanye media sosial dengan memperhatikan teknik SMART Goal, dan membuat 6 tahapan rencana konten.
Untuk topik kampanye menjaga kelestarian sungai dan air bersih, dan energi bersih dan terjangkau.
“Untuk membuat konten yang bisa diterima masyarakat adalah konten yang sesuai kebutuhan pembaca, bukan kemauan si pembuat konten,”ujar Fadhli. (lis)